Rizki Itu Sebuah Kepastian Dari Allaah SWT
24 Oktober 2018
Tulis Komentar
Pagi ini saya kembali mengingat moment-moment saat mengajar. Beberapa hari setelah anak kedua saya lahir, saya tidak lagi bisa rutin masuk untuk mengajar. Tepatnya malam itu, saat istri menelfon memberitahu kalau anak saya harus dipasang oksigen (lagi), padahal baru saja saya tinggal untuk kembali mengajar pagi harinya. Sejak malam itu, saya memutuskan untuk fokus ke anak dan tidak lagi meninggalkannya untuk alasan apapun, termasuk ngajar. Ini tidak berlebihan. Sama sekali tidak berlebihan. Walau ada yang beranggapan kalau yang saya lakukan ini terlalu berlebihan. Jam 22.30 saya ditelfon, saat itu juga saya langsung kembali ke Sardjito. Normalnya perjalanan ditempuh dalam 1 jam perjalanan lebih, tetapi malam itu saya hanya membutuhkan 50an menit. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya selama perjalanan.
Sepanjang perjalanan saya banyak beristighfar, tidak sedikit juga fikiran negatif muncul. Bacaan istighfar itu yang saya pakai untuk mengimbangi fikiran negatif itu. Sepi. Malam itu alhamdulillah jalan sangat sepi. Seolah jalan itu hanya milik saya dan setan yang terus mencoba me-negatif-kan pikiran.
Sejak malam itu saya sudah tidak masuk kelas untuk mengajar. Setelah beberapa hari, saya mencari penggganti. Tidak mudah. Tapi akhirnya dapat juga. Tetapi tidak lama setelah menggantikanku, dia harus mengundurkan diri juga karena suatu alasan. Tapi yang namanya masalah, akan kita jumpai juga solusinya. Sabar. Jujur. Doa. Ketiga hal itu yang menghadirkan solusi.
Cerita ini tidak saya maksudkan untuk riya' atau apapun kecuali untuk diambil hikmahnya. Beberapahari yang lalu, saya dipanggil kepala sekolah. Saya kira terkait seringnya tidak masuk mengajar, ternyata beliau memberikan beberapa amplop, kata beliau itu adalah hak saya untuk bulan itu dan beberapa bulan sebelumnya. Saya menolak. Pihak sekolah lebih kuat penolakannya. Dengan terpaksa amplop itu saya terima. Saat itu anak saya sudah pulang dari rumah sakit.
Sampai di rumah, saya langsung laporan ke istri. Saya sampaikan, saya ragu dengan isi amplopnya. Ragu antara halal haram. Subhat. Istri sepandapat. Kemudian kami putuskan untuk tidak mengambil sedikitpun. Kami berencana akan menyedekahkannya. Padahal waktu itu kami sedang butuh-butuhnya. Perawatan anak kami setelah pulang dari rumah sakit tidaklah murah. Apalagi untuk membeli colostomy bag yang dipakai di perut anak kami.
Sekali lagi, ini bukan untuk riya' atau sok suci atau apalah itu. Saya ingin anak dan istri, saya nafkahi dari rizki yang jelas halalnya. Selain itu, saya ingin menjadi inspirasi dan nantinya jadi ladang amal kalau ada yang mengikuti dan mencontoh apa yang sudah kami lakukan ini, terlebih anak cucu kami besok.
Setelah keputusan itu, beberapa hari atau mungkin seminggu setelah hari itu, Allah swt mengganti dengan rizki yang lebih banyak lagi dan pastinya jelas halal. Bahkan hampir 10 kali lipat dari isi amplop tadi. Cerita terkait rizki "kaget" dari Allah swt ini, insyaAllaah nanti saya ceritakan di postingan selanjutnya ya.
Setelah keputusan itu, beberapa hari atau mungkin seminggu setelah hari itu, Allah swt mengganti dengan rizki yang lebih banyak lagi dan pastinya jelas halal. Bahkan hampir 10 kali lipat dari isi amplop tadi. Cerita terkait rizki "kaget" dari Allah swt ini, insyaAllaah nanti saya ceritakan di postingan selanjutnya ya.
Sebelum saya akhiri, saya berlindung kepada Allah swt dari sifat riya' dan sifat-sifat lainnya yang bisa membuat amal saya sia-sia.
Semoga mengispirasi. Tetap pilih yang halal, tinggalkan yang subhat apalagi yang haram.
Magelang, 23 Oktober 2018
Belum ada Komentar untuk "Rizki Itu Sebuah Kepastian Dari Allaah SWT"
Posting Komentar