Atresia Ileum (Part 1)

Teman Itu Bernama Atresia Ileum (Part 1)


Pagi menjelang siang hari ini, saya akan berbagi cerita tentang apa yang dialami anak kedua saya. Pada postingan sebelumnya, saya menceritakan bagaimana anak saya yang masih bayi sudah harus sering bolak-balik ke RSUP Sardjito di Jogjakarta. Alhamdulillaah hari ini, pagi ini, akan saya ceritakan bagaimana perjuangan kami berempat. Iya berempat, saya, istri, kakak Faza dan anak kami yang kedua, Fazia.

Tepatnya tanggal 12 Juli 2018. Kami sudah tinggal di Magelang karena memang kami berencana persalinan di Magelang. Pagi itu, istri sudah merasakan kontraksi yang cukup kuat. Setelah istri mengeluh tidak kuat lagi, kami langsung pergi ke Rumah Sakit Persalinan di Magelang. Tetapi karena pengurusan BPJS yang begitu susah, akhirnya saya putuskan langsung ke Sardjito di Jogja. Kenapa di Sardjito? Ya memang dari hamil kami kontrol rutin ke Poli Kandungan di Sardjito dan BPJS kami sudah biasa dipakai di sana.

Kurang lebih jam 14.00 kami sampai di UGD. Setelah dilakukan observasi oleh dokter piket,  kami diminta menunggu ACC dari dokter spesialisnya. Kami menunggu cukup lama. Selama penantian kami, istri saya terus merasakan kontraksi hebat. Semakin lama semakin rutin. Setelah mendapat ACC, istri saya dipindah di ruang maternal. Katanya ruang khusus untuk melahirkan dengan resiko tinggi. Tepat jam 17.00 kami sampai di kamar tempat istri saya akan dirawat. Kontraksi hebat terus dirasakan istri saya, bahkan semakin sering.

Setelah melalui berbagai proses, alhamdulillaah sekitar jam 19.30 anak kedua kami lahir. Persalinan normal. Tetapi anak kami tidak menangis kencang. Menangisnya hanya pelan. Selain itu, nafasnya juga agak berat. Hal ini bisa dilihat dari tarikan di dadanya agak dalam. Karena hal itulah anak kami perlu diobservasi lebih dalam lagi oleh dokter anak di ruang NICU.

Ujian kami baru saja dimulai. Kami harus terpisah dengan anak kami yang baru saja lahir dan tentunya dengan nak kami yang pertama. Siang itu kami tinggalkan di Magelang. Sedihnya lagi, saat kami ke Faza, kami bilang akan segera pulang setelah adiknya lahir. Rencana awal memang bundanya akan melahirkan di Magelang, jadi setelah lahir langsung pulang. Tapi rencana manusia tinggallah rencana. Allah swt punya rencana lain yang kami yakini lebih baik. Rasanya bersalah sekali sama Faza. Di sisi lain kami juga harus terpisah dengan anak kami yang baru saja lahir. Terlebih saya. Saya hanya bisa melihat anak kami dari kaca jendela, itupun ada jadwal buka tutup gordennya. Ini adalah pengalaman kedua dan semoga yang terakhir untuk kami. Dulu, lima tahun yang lalu, anak kami yang pertama, Faza, juga pernah menginap di ruangan yang sama.

Setelah menginap semalam di NICU, paginya kami dipanggil oleh dokter. Semua dijelaskan, mulai dari alasan anak kami dirawat di NICU sampai rencana tindakan lanjutan. Dari penjelasan dokter, anak saya ternyata belum juga BAB dan perutnya semakin membesar. Kami kaget. Khawatir. Sedih.

Bersambung di postingan selanjutnya ya. Maaf sekali, Faza sudah pulang sekolah. Jadi harus temani dia bermain. Nanti saya lanjutkan ceritanya. 😉

Part 2

Belum ada Komentar untuk "Atresia Ileum (Part 1)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel