Atresia Ileum (Part 2)

Teman Itu Bernama Atresia Ileum (Part 2)


Setelah mendengar penjelasan dokter terkait rencana tindakan untuk anak kami yang belum bisa buang air besar, kami hanya pasrah. Saya ikut saja bagaimana kata dokter. Setelah menandatangani surat pernyataan bersedia menerima segala resiko, saya dan istri kembali ke bangsal. Setelah persalinan, istri di pindah ke bangsal, tidak lagi di ruang maternal. Istri saya diberi jatah 1 x 24 jam untuk bisa istirahat di bangsal.

Tanggal 13 Juli 2018 siang kami dipanggil dokter untuk menemani anak kami yang akan di rontgen di bagian perut. Hal ini bertujuan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di saluran pencernaannya. Sebelum itu, akan disuntikkan cairan, entah cairan apa itu. Kata dokter cairan itu yang nantinya akan memperjelas foto perut anak saya. Saya dan istri hanya menunggu di luar. Menunggu sambil terus berdoa.

Hari itu adalah kedua kalinya saya bisa bertemu langsung dengan anak saya. Karena setelah lahir, anak saya ditempatkan di ruangan khusus.. Ruangan itu hanya membolehkan bunda dan para petugas saja. 

Dalam penantian kami di luar ruangan rontgen, istri bercerita kalau anak kami sering keluar cairan hijau dari selang kecil yang dimasukkan ke dalam mulutnya. Kekhawatiran saya bertambah. Berdoa. Hanya doa yang bisa saya lakukan. Semoga dimudahkan dan tidak ada masalah besar di perutnya. Lima menit pertama berlalu. Selanjutnya kami banyak terdiam. Doa terus kami panjatkan. Dokter yang mengantar kami keluar ruangan. Kami berdiri. Menanyakan kondisi anak kami. Dokter menggeleng. Memberi isyarat tidak tahu. Ternyata dia tidak ikut masuk ruangan tindakan. Kami kembali duduk. Terus berdoa.

Setelah hampir satu jam, akhirnya anak kami kembali di bawa keluar. Tetapi langsung menuju ruang NICU kembali. Pertemuan singkat itu hanya membuat rasa sedih dan kasihan semakin menjadi. Saya berusaha tampak kuat. Agar istri saya juga kuat.

Tanggal 14 Juli 2018 pagi kami kembali diminta ke ruang konsultasi. Dokter memberitahukan bahwa hasil rontgen kemarin tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi di perut anak saya sehingga perutnya terus membesar. Ada beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi pada usus anak kami. Pertama, adanya penyempitan usus. Kedua, adanya sumbatan  atau ada kemungkinan lain. Penyebab ini akan membedakan tindakan. Karena setiap kasus punya cara penanganan sendiri. Jadi harus dipastikan apa penyebabnya. Karena rontgen yang sudah dilakukan tidak bisa memberi jawaban, akhirnya jalan terakhir harus ditempuh. Pembedahan.

Hati mana yang tidak terluka ketika mengetahui anak bayinya yang baru berusia 2 hari akan dibedah? Hati siapa yang tidak hancur ketika mendengar resiko terberat pembedahan bisa saja terjadi? Tapi ini harus segera diputuskan untuk keselamatan anak kami. Karena kalau tidak segera dilakukan, ditakutkan ada infeksi dan jika semakin membesar perutnya bisa membahayakan usus dan organ pernafasannya. Dengan mengucap bismillaah saya kembali menandatangani surat pernyataan bersedia untuk dilakukan tindakan pembedahan dan bersedia menerima segala resiko yang mungkin terjadi. Setelah itu, dokter memberitahukan operasi pembedahan akan dilakukan sekitar jam 14.00 nanti siang.

Di hari yang sama, tanggal 14 Juli 2018, seharusnya kami sudah keluar dari bangsal karena sudah 24 jam lebih kami menginap. Tapi karena kuasa Allah swt, kami tidak kunjung dipanggil petugas bangsal untuk mengurus pembayaran biaya perawatan istri saya. Kami putuskan untuk menunggu saja di kamar. Tiba-tiba nama istri saya disebut melalui speaker yang ada di kamar. Bukan untuk mengurus pembayaran, tapi untuk kembali ke ruang NICU tempat anak kami dirawat. Pikiran kami sudah campur aduk tidak karuan. Jarak antara bangsal tempat istri menginap dan raung NICU kira-kira hanya 150an meter saja. Tidak begitu jauh. Selama perjalanan menuju ruang NICU kami terus berdoa dan bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Bukankah operasi masih nanti jam 14.00 ? Sekarang baru jam 09.15. Kami mempercepat langkah kami.

Bersambung lagi ya. Mau siap-siap sholat Isya' dulu.

Part 3

Belum ada Komentar untuk "Atresia Ileum (Part 2)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel