Romantis Dalam Ketaatan



Seperti biasa, hari ini saya mandi terlambat. Bahkan kemarin-kemarin, kalau sampai sholat Isya' belum mandi, seringnya saya tidak jadi mandi. Kalau sudah begitu, istri selalu protes. Tetapi saya tidak diam begitu saja. Saya selalu bilang ke istri, "Tadikan sudah mandi." Istri menolak pembelaanku, "Kan tadi siang." Saya senyum. Senyum yang dibalas kernyutan dahi.

Malam ini setelah sholat Isya' istri bertanya soal yang sama. "Ayah sudah mandi?" Istri saya bertanya. "Lha ini mau mandi. Demi bunda lho ayah mandi." Saya menjawab lirih. Takut membangunkan Fazia yang sudah tertelap berselimut kain batik. Istri tersenyum aneh. "Beneran bunda. Ayah mau mandi." Saya meyakinkannya. Istri saya kembali tersenyum, sedikit berbeda. Terlihat sedikit lega. 😊 Setelah itu saya langsung menuju ke kamar mandi. Tepat di samping kamar kami.

Saat mandi tiba-tiba saya teringat percakapan saya dengan istri tadi. Saya merasa ada yang mengganjal. Setelah saya ingat-ingat, ternyata ada niat yang salah. Ada niatan yang bisa membuat semuanya sia-sia tanpa pahala. Gombalan saya tadi untuk istri saat ingin mandi akan membuat mandi saya tidak berpahala. Karena mandi saya untuk istri saya. Beda halnya kalau saya mandi diniatkan untuk Allah SWT. Bukankah mandi itu agar bersih dan tampak lebih indah. Sedangkan Allaah STW mencintai kebersihan dan keindahan.

Setelah mandi saya balik ke kamar. "Bunda." Saya memanggil pelan. "Mandinya ayah nggak jadi buat bunda. Kalau buat bunda, ayah rugi." Istri belum faham. "Ayah aneh." Begitu jawabnya. Saya tersenyum. Saya jelaskan alasan rugi dan untung saat mandi. Istri tersenyum lepas. Saya mainkan mata, saya kedipkan sebelah mata. "Ayah aneh!" Istri saya mengakhiri episode malam ini.

Nglipar, 1 Desember 2018

Belum ada Komentar untuk "Romantis Dalam Ketaatan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel