Opor Ayam Super Lezat



Pagi itu saya dan Faza bersiap pulang ke Nglipar untuk mengambil beberapa pakaian yang tertinggal. Rencana berubah karena jadwal kontrol Fazia dimajukan. Persiapan pakaian terlalu sedikit untuk beberapa hari kedepan. Belum lagi sekarang masih musim hujan. Jemuran cukup lama kering.

Faza saya ajak pulang karena harus tetap sekolah walau ayah bundanya tidak di rumah. Terkadang Faza malas-malasan untuk masuk sekolah. Nampak ada sesuatu yang membuatnya enggan ke sekolah. Namanya juga anak-anak. Saya mencoba memahami.


Saat saya dan Faza hendak berpamitan dengan bunda dan Fazia, om dan tante masih sibuk dengan ayam dan bumbu-bumbu di dapur. Menu spesial ternyata. Tapi sayang, saya dan Faza harus tetap pulang. Setelah melalui godaan dan bujuk rayu om dan tante untuk menunggu masakannya siap, saya segera menarik gas motor. Lagi-lagi musim hujan. Alasan ini yang membuat saya harus segera berangkat. Akhir-akhir ini, siang sampai malam sangat mungkin turun hujan. Kasihan Faza kalau sampai kehujanan naik motor walau sebenarnya mantel hujan selalu siap di bawah jok motor.

Akhirnya kami sampai di rumah sebelum adzan Dhuhur. Bapak, ibu dan seisi rumah kaget dengan kedatangan kami. Saya sengaja tidak memberitahu.

Selesai sholat Dhuhur saya mengajak Faza tidur siang. Faza terbangun persis saat adzan Asar berkumandang. Jarak masjid dan rumah memang tidak jauh. Bahkan bisa dibilang gandeng. Faza ikut ke masjid untuk sholat berjamaaah. Sepulang dari masjid, Faza mengajakku bermain sepeda di lapangan depan rumah. Tiba-tiba telfon berbunyi.


Setelah mengangkat telfon dari istri saya, suasana jadi tidak karuan. Bukan tentang stoma bag yang rembes dan bocor. Bukan juga tentang kondisi Fazia. Saat itu juga saya harus kembali ke Maguwo, rumah om dan tante, karena obat pencegahan TBnya Faza tertinggal di sana. Rasanya tidak percaya. Baru siang sampai rumah, sorenya harus balik lagi ke Maguwo. Padahal malam nanti saya dan beberapa ustadz Ponpes Daarul Khoir serta para santri akan bermain futsal.

Akhirnya setelah menerima telfon itu saya segera bersiap ke Maguwo. Obatnya Faza tidak boleh terlewat untuk diminum walau sekali. Hal itu akan membuat terapi ini harus dimulai dari awal lagi. Bulan ini sudah masuk bulan ke enam. Artinya, bulan ini adalah bulan terakhir untuk terapi pencegahan TB. Semoga nantinya hasil terbaik yang didapat.

Langit sudah berwana merah jingga saat saya sampai di Maguwo. Sebentar lagi akan terdengar kumandang suara adzan Maghrib. Begitu masuk rumah, om langsung menyambut.
"Kepingin opor ayamnya? Kok balik lagi?", om pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
"Kalau jodoh nggak akan kemana mas.", tante tidak mau kalah menggodaku.
Tertawa. Seisi rumah tertawa lepas.

Ayam yang tadi pagi mulai dimasak, mungkin tidak akan saya makan karena saya harus pulang bersama Faza. Tapi yang namanya rizki, tidak akan tertukar. Tidak akan bisa terhalang oleh apapun. Daging ayam tadi pagi, kini sudah menjadi opor ayam yang super lezat. Itulah rizki yang telah Allaah SWT tetapkan untuk saya. Walau saya sudah pergi, ada saja cara Allaah SWT membuatku kembali. Malam ini saya makan opor ayam kampung yang rasanya top markotop dengan cara yang mantap surantap.

Allaah SWT adalah sebaik-baik perencana dan Maha Perberi Rizki.

Belum ada Komentar untuk "Opor Ayam Super Lezat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel