Surat Penting



Saat sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi pada kita, sering kali kita langsung merespon dengan hal negatif. Mungkin respon kita berupa keluhan, amarah, kekecewaan dan lain-lainnya. Jarang, mungkin karena memang susah sekali, kita langsung merespon dengan hal positif. Mengapa begitu?

Manusia memang makhluk yang penuh dengan keluh kesah. Hal ini (keluh kesah) semakin kuat karena kita juga sengaja atau mungkin tanpa sengaja menjadikannya sebuah alasan. Tidak jarang saat kita berbuat salah atau sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi, keluhan seakan menjadi pembelaan dan pembenaran. Dengan mengeluh, seolah kita tidak salah, bukan hanya aku yang salah dan lain sebagainya.

Terkadang mencari-cari alasan dianggap tidak baik. Karena hal itu sudah identik dengan mencari pembenaran, padahal sudah jelas salah. Mencari-cari alasan sebenarnya bisa kita pakai untuk tidak mudah langsung merespon negatif. Mengubah menjadi mutlak ada untuk suatu perubahan.

Alasan yang muncul baiknya untuk mengikhlaskan keadaan, bukan sebaliknya, menyalahkan keadaan. Dalam mencari alasan, yang nantinya bisa menghasilkan respon positif, perlu sedikit utak-atik dan sambung-menyambung. Sebagai contoh, beberapa pekan yang lalu, saya dan dua teman hendak menemui seseorang karena hendak mengantarkan surat penting.

Kami bertiga berencana berangkat menggunakan mobil. Sampai batas waktu yang telah disepakati, satu orang diantara kami ada yang belum datang. Saya berinisiatif untuk menelfon. Entah karena sinyal yang tidak stabil atau suara di luar yang bising, percakapan saya dalam telfon tidak terlalu jelas. Kata terakhir yang saya dengar adalah sekolah.

Tanpa pikir panjang, saya langsung mengajak teman yang sudah dari tadi sama-sama menunggu untuk berangkat. Pikir saya, nanti bisa dijemput di sekolahnya. Lagi pula, arah sekolah teman saya yang belum datang satu arah dengan tujuan kami bertiga.

Belum ada 100 meter mobil kami melaju, saya tidak sengaja memeriksa surat yang kami bawa. Ternyata kami melupakan tanda tangan dan cap. Segera kami putuskan untuk kembali ke kantor. Sampai di kantor, ternyata teman yang saya telfon tadi sudah duduk di kantor. Jaket favoritnya masih rapi terpakai di badan. Artinya belum lama dia datang. Ternyata, teman saya ini melihat mobil kami meninggalkan kantor. Dia sengaja tidak menelfonku karena menganggap tidak jadi diajak. Ternyata kata "sekolah" yang saya dengar tidak jelas saat telfon tadi, maksudnya, baru di jalan dari sekolah. 

Dari pengalaman di atas, surat penting yang lupa belum ditandatangani dan dicap, bisa saja kita respon negatif. Bahkan lebih mudah lagi kita meresponnya dengan positif. Respon negatif saya kira sudah otomatis muncul, karena sudah menjadi kebiasaan. Tapi untuk respon positif? Mari kita coba.

Alhamdulillaah surat yang belum tertandatangani dan belum ada capnya, menjadi alasan kenapa kami kembali ke kantor dan bisa bertemu dengan teman kami. Dengan begitu kami tetap berangkat bertiga. Kalaupun surat itu sudah tertandatangani dan dicap, kami harus kembali lagi ke kantor karena kami tidak akan bertemu teman kami ini di sekolahnya. Jadi tidak bolak-balik. Inilah alasan baik yang kami, saya dan teman-teman saya, pilih. Bukan malah memilih respon negatif. 

Kalaupun respon negatif yang kami pilih, akan ada saling menyalahkan karena mencoba mencari pembenaran dan ingin orang lain yang salah. 

Pilihan sepenuhnya ada di diri kita masing-masing. Terus mencoba mencari alasan untuk respon positif atau sebaliknya, mencari-cari alasan untuk respon negatif.

Nglipar, 9 Desember 2019
Gedung Dakwah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Nglipar

Belum ada Komentar untuk "Surat Penting"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel