Bagaimana Tuntunan Mencium Hajar Aswad dan Kentut saat Thawaf?

Bagaimana Tuntunan Mencium Hajar Aswad dan Kentut saat Thawaf?


Pertanyaan:

Pertama, berapa kali orang yang berhaji mencium hajar aswad? Kedua, bolehkah orang berpakaian ihrom memakai celana dalam? Ketiga, pada waktu thowaf atau sa’i dan lain-lain mengeluarkan angin atau kentut haruskah diulang mulai awal? (Fachruddin, Jl. Gatot Subroto, Malang)

Jawaban:

Pertama, tidak ada ketentuan berapa kali kita harus mencium hajar aswad ketika thawaf. Hanya kalau kita perhatikan beberapa hadits nabi Muhammad SAW, merupakan tuntunan untuk mencium hajar aswad ketika memulai thawaf, kalau keadaan memungkinkan (tidak penuh sesak). Kalau tidak dapat mencium hajar aswad, dapat dengan mengusap hajar aswad itu saja. Bahkan cukup dengan mengacungkan atau mengusapkan tangan atau tongkat ke arah hajar aswad dan kemudian kita mencium tangan atau tongkat itu. Demikian yang dapat kita fahami dari beberapa hadits yang shahih.

Kedua, pakaian laki laki dalam berhaji ditentukan, yaitu dua helai kain putih tanpa berjahit. Boleh memakai celana dalam yang tidak berjahit, yakni kain cawat yang ditalikan pada perut dengan tali yang pada ujungnya tidak disimpulkan seluruhnya, dalam bahasa Jawa tali pati, tetapi kalau ditarik ujung tali itu dapat lepas.

Ketiga, dalam ihrom, yaitu tahap awal melaksanakan haji atau umroh harus dalam keadaan suci dari hadas besar atau kecil. Pantangan-pantangan selama itu juga telah ditentukan. Selama menjalani ihrom ada yang harus dilakukan dalam keadaan suci dari hadas, seperti sholat sunnah dan sebagian besar pendapat ulama juga pada waktu thowaf. Dalam melakukan ihrom ada yang tidak harus dalam keadaan suci dari hadas kecil seperti pada waktu di Arofah dan waktu melempar jumroh.

Adapun waktu ihrom dan menjalankan thowaf, ada yang mengharuskan suci dari hadas besar dan kecil. Kalau kentut berarti batal wudhunya, maka harus mengulang wudhunya karena menyamakan thowaf itu dengan sholat. Dalam HPT (Himpunan Putusan Tarjih) memang tidak ditegaskan harus mengulang atau tidak, bila orang yang sedang thowaf berhadas kecil seperti kentut. Dalam dalil yang dijadikan alasan ialah ayat yang bertalian dengan larangan masuk masjid dan mengerjakan sholat dalam keadaan haid dan junub, yang tersebut pada surat An Nisa’ ayat 43:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا


“ Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu mengerjakan sholat selagi kamu mabuk, sampai kamu mengerti apa yang kamu katakan (sadar). Demikian juga selagi kamu junub sehingga kamu mandi dahulu kecuali bagi orang orang yang hanya lewat (di masjid).


Juga hadis riwayat Abu Dawud dari Aisyah sebagai berikut:


لِحَدِيْثِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : إِنِّيْ لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَ لَا جُنُبٍ 

(رواه أبو داود و صححه ابن خزيمة)


Hadis Aisyah ra. dia berkata, bahwa Rasulullaah SAW bersabda: “Aku tidak menghalalkan masjid untuk orang yang sedang haid dan juga untuk orang yang berjunub.”

(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Hazaimah)


Dalam hal ini, kita dapat mengamati hadis-hadis lain, seperti hadis riwayat at Tirmidzi, al Hakim dan al Baihaqi dari Ibnu Abbas dengan nilai hasan, yang menyebutkan kebolehan berbicara dalam thowaf, tentu saja dengan pembicaraan yang baik.


الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ وَ لٰكِنَّ اللهَ أَحَلَّ فِيْهِ الْمَنْطِقَ فَمَنْ نَطَقَ فَلَا يَنْطِقُ إِلَّا بِخَيْرٍ 

(رواه الطبراني و الحاكم و البيهقي غيره )


Thawaf di baitullah adalah seperti sholat, tetapi Allaah SWT membolehkan berbicara. Maka siapa yang berbicara (dalam/saat thawaf) maka jangan berbicara kecuali yang baik.

(HR. Ath Thabraniy, al Hakim, al Baihaqiy dan yang lainnya)


الطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلَاةِ إِلَّا أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُوْنَ فِيْهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيْهِ فَلَا يَتَكَلَّمُ إِلَّا بِخّيْرٍ

 (رواه الترمذي و البيهقي و الحاكم عن ابن عباس حديث حسن صحيح) 

Thawaf sekitar baitullah seperti shalat. Kecuali kamu sekalian (dibolehkan) berbicara di waktu thawaf itu. Maka siapa yang berbicara di waktu thawaf, jangan berbicara kecuali dengan bicara yang baik.

(HR. At Tirmidzi, al Baihaqi, dan al Hakim dari Ibnu Abbas dengan nilai Hasan Shahih)


Melihat hadits-hadits di atas dan juga hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah yang mengatakan, bahwa Nabi Muhammad SAW pertama-tama yang dilakukan ketika masuk kota Mekkah adalah mengambil air wudhu dan kemudian thawaf. Maka seseorang yang melakukan thawafharuslah suci dari hadas kecil maupun besar. Dan apabila batal wudhunya, maka harus wudhu lagi dan melanjutkan kekurangannya, tidak perlu mengulangi dari permulaan (awal). Karena dalam thawaf dapat diselingi dengan perbuatan lain, seperti shalat ketika ada panggilan (iqomah) atau istirahat ketika merasa lelah, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan ‘Atha’ dalam Fiqhus Sunnah.



Wallaahu a’lam

Sumber: Buku “Tanya Jawab Agama Jilid II”, Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Suara Muhammadiyah, Cetakan V, 2001.


Belum ada Komentar untuk "Bagaimana Tuntunan Mencium Hajar Aswad dan Kentut saat Thawaf?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel