Untuk Bayar Fidyah, Makanan Mentah atau Matang (Sudah Dimasak)?

Untuk Bayar Fidyah, Makanan Mentah atau Matang (Sudah Dimasak)?


Pertanyaan:

Fidyah bagi orang yang tidak puasa karena menyusui atau hamil, sebaiknya dibayar dengan beras atau makanan yang sudah dimasak? (Ibu ‘Aisyiyah dan Wil. Ja-Tim)


Jawaban:

Berdasarkan ayat 184 surat al Baqarah, kebolehan membayar fidyah bagi orang yang tidak mampu berpuasa di bulan Ramadhan itu dengan memberikan makanan bagi fakir miskin (tha’aamu miskin). Berdasarkan riwayat yang ditakhrij Abu Dawud dari Ibnu Abbas, ditetapkan bagi orang yang menyusui dan orang yang mengandung untuk tidak puasa dan membayar fidyah dengan memberikan makanan setiap hari kepada seorang miskin.

Menurut riwayat al Bukhari dari Abu Hurairah ketika Nabi Muhammad SAW didatangi orang yang harus membayar denda (kafarah) karena melakukan sesuatu yang merusak puasanya padahal dia tak mampu membayar fidyah itu, maka Nabi Muhammad SAW memberinya tamar (kurma). Menurut ‘uruf  bahasa, tamar  itu berarti kurma yang sudah masak (matang), bukan kurma yang masih basah yang belum siap dimakan. Namun kalau dibandingkan dengan beras sebagai makanan pokok, maka tamar itu makanan yang masak (matang) alami bukan karena direbus sebagaimana beras yang belum dimasak.

Dengan memahami yang demikian itu, kita dapat pengertian bahwa membayar fidyah bagi orang yang tak mampu berpuasa itu dengan memberi makanan bagi fakir miskin berupa makanan yang dapat dimakan langsung maupun dapat disimpin sebagaimana tamar atau kurma tadi. Tetapi mengingat di Indonesia kurma bukan makanan yang pokok sehingga sukar mencari dan yang menerima juga tidak merasakannya sebagai makanan pokok, maka dalam pemahaman ith’amu tha’amil miskin dapat diluaskan, yakni makanan yang masih mentah maupun yang telah dimasak dari makanan pokok sehari-hari. Kalau memberikan makan yang telah dimasak akan membawa konsekuensi memberikan tambahan lauk-pauknya karena makanan nasi saja sukar dilaksanakan menurut lidah Indonesia, sehingga memberikan fidyah beras lebih utama, karena masih dapat disimpan dan dapat dimasak menurut selera si penerima.


Wallaahu a’lam

Sumber: Buku “Tanya Jawab Agama Jilid II”, Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Suara Muhammadiyah, Cetakan V, 2001.


Belum ada Komentar untuk "Untuk Bayar Fidyah, Makanan Mentah atau Matang (Sudah Dimasak)?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel