Menghadiahkan Pahala kepada yang Sudah Meninggal

Menghadiahkan Pahala kepada yang Sudah Meninggal



Pertanyaan:

Jika seseorang beribadah membaca al Quran, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang lain, biasanya orang yang telah meninggal, sampaikah hadiah itu kepada orang yang dituju? Mohon penjelasan. (M. Ali, Kebunagung)

Jawaban:

Masalah yang Anda tanyakan adalah masalah klasik, sejak dulu menjadi masalah khilafiyah. Namun sangat perlu diketahui bagaimana pandangan Islam terhadap masalah tersebut, pendapat mana yang lebih patut diterima jika dihadapkan kepada dalil-dalil hukumnya.

Al Quran surat an Najm ayat 38 dan 39 mengajarkan:

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ أُخْرَى 
وَ أَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعٰى

Bahwasannya orang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Dan bahwasannya manusia tidak akan memperoleh sesuatu kecuali yang dilaksanakannya sendiri. (QS. An Najm ayat 38-39)

Dari dua buah ayat al Quran tersebut kita peroleh penegasan bahwa seseorang yang berdosa adalah akibat perbuatan yang dilakukannya sendiri, bukan karena menanggung dosa perbuatan orang lain, dan bahwa manusia hanya akan memperoleh pahala atas perbuatan yang dilakukan sendiri pula. Kemungkinan seseorang ikut dibebani dosa perbuatan yang dilakukan orang lain hanya jika orang lain itu berpartisipasi dalam terjadinya perbuatan dosa orang lain itu. Demikian juga orang dapat menerima pahala perbuatan yang dilakukan orang lain, jika ia berpartisipasi dalam terjadinya perbuatan orang lain itu. Hadits Nabi Muhammad SAW mengajarkan:

 مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذٰلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَ مَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذٰلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
(رواه أحمد و مسلم و أبو داود و الترمذي و النسائي و ابن ماجه)

Barang siapa mengajak kepada petunjuk (kebaikan), maka ia akan mendapat pahala seperti pahala-pahala yang diberikan kepada orang-orang yang mengikuti ajakannya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala-pahala mereka. Dan orang yang mengajak kepada kesesatan (keburukan), maka ia akan menerima dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti ajakannya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa-dosa mereka. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidziy, Nasaiy dan Ibnu Majah)

Hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Muslim mengajarkan:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ 
(رواه أحمد و مسلم و أصحاب السنن)

Jika manusia telah meninggal, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali tiga macam amal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan baik untuknya.
(HR. Ahmad, Muslim dan Ashhabus Sunan)

Tiga macam amal yang masih mengalir terus pahalanya, sampaipun yang beramal telah meninggal dunia, seperti tersebut di dalam hadits itu hakikatnya adalah amal yang dilakukan sendiri oleh orang yang bersangkutan, bukan amal yang dilakukan orang lain.

Shadaqah jariyah, yaitu shadaqah yang fungsinya berkelanjutan dalam waktu lama yang dilakukan orang pada waktu hidupnya. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diajarkan oleh seseorang pada waktu hidupnya, tetapi manfaatnya pun berkelanjutan setelah orang yang mengajarkannya meninggal dunia. Anak sholih yang selalu mendoakan baik untuk orang tuanya juga merupakan hasil didikan baik yang dilakukan orang tua pada hidupnya.

Jadi tiga macam amal itu sebenarnya adalah amal kebaikan yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan sendiri, bukan amal orang lain.

Memang terdapat hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Bukhari dan Muslim yang menceritakan ada seorang shahabat datang kepada Rasulullaah SAW untuk menanyakan, berhubung ibunya telah meninggal dengan tiba-tiba, sekiranya ia sempat berbicara niscaya ia akan menyedekahkan sebagian hartanya, dapatkan orang itu bersedekah atas nama ibunya, dan ibunya akan menerima pahalanya? Rasulullaah SAW menjawab: “Dapat.” Hadits ini menyangkut amal anak atas nama orang tuanya. Rasulullaah SAW nampaknya memberi tempat khusus bagi anak yang beramal sholih atas nama orang tuanya, sebagai salah satu bentuk birrul walidain. Dalam hadits lain Nabi Muhammad SAW pun memang mengatakan bahwa anak termasuk anal orang tuanya.

Kedudukan khusus anak terhadap orang tua itu dapat dihubungkan dengan amal orang tua ketika hidup telah mendidik anaknya, sehingga anak dapat merasakan wajib berbuat baik kepada orang tuanya sampaipun setelah orang tua meninggal dunia. Jadi orang tua yang memiliki anak demikian itu, hakikatnya memetik amalnya sendiri ketika masih hidup, yaitu mendidik anak untuk menjadi anak sholih. Amal anak atas nama orang tua tidak termasuk pembicaraan menghadiahkan pahala amal shalih.

Adapun seseorang mendoakan baik untuk orang lain, baik orang yang masih hidup atau orang yang telah meninggal, tidak ada masalah sama sekali. Shalat jenazah berisi doa yang dimohonkan kepada Allaah SAW bagi orang yang disholati. Menjenguk orang sakit diajarkan mendoakan bagi orang yang dijenguk. Menerima amanat pembayaran zakat atau shadaqah dianjurkan untuk berdoa bagi yang berzakat atau bershadaqah. Mendoakan orang lain bukan masalah menghadiahkan pahala amal bagi orang lain.

Memperhatikan bahwa tidak ada ajaran khusus tentang menghadiahkan pahala amal kelada orang lain, baik dari al Quran maupun dari Sunnah, para shahabat Nabi Muhammad SAW pun tidak melakukannya. Maka yang paling selamat adalah berpegang saja pada nash-nash yang ada, sesuai kaidah umum yang tercantum di dalam al Quran, dan mengkhususkan kemungkinan amal sholih anak atas nama orang tuanya yang ada nashnya.

Pendapat Fuqoha’  yang lebih dekat kepada jiwa nash adalah yang dikemukakan Imam Malik dan Imam Syafi’i, bahwa menghadiahkan pahala amal ibadah kepada orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, tidak sampai. Jalan yang tidak kurang nilainya, dan memang ada nashnya ialah mendoakan bagi orang lain, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal.

Hal yang kiranya sangat penting disebutkan ialah bahwa menganut pendapat dapat sampainya hadiah pahala amal kebajikan kepada orang lain, sering berakibat negatif. Orang yang kurang beramal shalih menjagakan (berharap saat masih hidup jika sudah meninggal) hadiah pahala dari orang lain. Kaidah umum yang tercantum di dalam al Quran tentang manusia hanya akan memetik amal yang dilakukan sendiri, mendorong orang untuk memperbanyak berbuat kebaikan, tidak mengharap kiriman pahala amal orang lain.





Wallaahu a'lam.

Sumber: Buku Tanya-Jawab Agama II, Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Suara Muhammadiyah, 1992.



Belum ada Komentar untuk "Menghadiahkan Pahala kepada yang Sudah Meninggal"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel