Harta Suami Istri yang Bercerai

Harta Suami Istri yang Bercerai


Pertanyaan:

Bagaimana cara membagi warisan suami istri yang bercerai? Istri ingin mengajukan ke Pengadilan Negeri dan suami ingin menyelesaikan urusan ini menurut hukum Islam, sedang keduanya beragama Islam. (Muhidi Laitu, Peng. Muhammadiyah Cabang Kec. Wotu)


Jawaban:

Suami istri beragama Islam hendaknya tidak usah bercerai. Kalau ada persoalan hendaknya diselesaikan dengan musyawarah. Dalam hal tidak dapat diatasi lagi persoalan rumah tangganya kecuali dengan perceraian, maka perceraian pun dibolehkan dalam Islam, tetapi dalam keadaan terpaksa dan hendaknya dilakukan dengan baik pula, sesuai dengan firman dalam surat al Baqoroh ayat 229 dan ayat 231 atau surat al Ahzab ayat 28 dan ayat 49.

Kalau perceraiannya dengan baik, tentu penyelesaian hartanya juga dengan baik. Untuk itu tidak perlu diserahkan ke Pengadilan, dapat diselesaikan dengan musyawarah. Kalau belum tahu bagaimana penyelesaiannya, dapat ditanyakan pada ahlinya, artinya orang yang mengerti tentang hal ini. Dan kalau sudah diberitahu jalan keluar yang dituruti, tentu kedua belah pihak melaksanakan fatwa itu dengan penuh keikhlasan.

Adapun penyelesaian harta suami istri yang bercerai adalah bahwa harta milik suami (maksudnya harta yang dibawa suami pada waktu memasuki perkawinan atau harta suami yang diperoleh dalam masa perkawinan yang berasal dari warisan orang tuanya), pada waktu perceraian tetap kembali kepada suami. Sedang harta istri (maksudnya harta yang dibawa oleh istri pada waktu memasuki perkawinan sehingga membangun rumah tangga, atau harta istri yang didapat dalam masa perkawinan seperti warisan dari orang tuanya, atau hadiah-hadiah pemberian yang diperuntukkan untuknya), tetap menjadi harta istri.

Sedang harta yang didapat selama perkawinan, baik didapat oleh suami atau istri yang dimaksudkan sebagai harta bersama, maka kalau bercerai dibagi antara suami dan istri, pada prinsipnya mendapat bagian sama. Artinya bukan suami mendapatkan dua kali lipat, kecuali kalau peran sertanya berbeda dan sangat besar perbedaannya, maka dapat dibedakan bagian masing-masing sesuai dengan besar kecilnya peran yang dilakukan dalam mewujudkan (mendapatkan) harta itu. Kalau istri dalam mengumpulkan harta itu lebih besar perannya, tidak salah mendapat bagian lebih banyak dari suami. Walhasil, dimusyawarahkan dengan baik. Yang penting harta bersama itu dibagi antara istri dan suami dengan penuh tanggung jawab dan iktikad yang baik. Jangan ada kedholiman satu kepada yang lain, dan jangan ada orang yang merasa senang dengan mendapat harta yang bukan haknya dan tidak atas dasar kerelaan dari yang berhak. Itulah pentingnya bermusyawarah yang hasilnya atas dasar kerelaan.

Lain halnya kalau diputuskan oleh Pengadilan, kadang-kadang ada pihak-pihak yang kurang puas yang berarti kurang rela, karena Hakim hanya berpedoman kepada hal-hal yang bersifat lahiriyah, bukan hakikat. Hal ini kita dasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah istri Nabi Muhammad SAW, ketika Nabi SAW mendengar orang yang bertengkar tentang sesuatu hak, maka Nabi Muhammad SAW pun memberi penjelasan bahwa beliau hanyalah manusia biasa. Kalau ada di antara yang berperkara itu lebih pintar berbicara dan dipandang benar, kemudian diputuskan hak untuknya, padahal sebenarnya tidak berhak, maka pada hakikatnya hak (yang diterima) itu adalah api neraka. Kalau menghendaki api neraka ambillah, tetapi yang tidak menghendaki api neraka itu janganlah memgambilnya (sekalipun Nabi Muhammad SAW telah memutuskan untuknya).



Wallaahu a'lam.

Sumber: Buku Tanya-Jawab Agama II, Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Suara Muhammadiyah, 1992.

Belum ada Komentar untuk "Harta Suami Istri yang Bercerai"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel