Nadzar yang Pelaksanaannya Lain/Berbeda

Nadzar yang Pelaksanaannya Lain/Berbeda


Pertanyaan:

Sewaktu saya sakit, salah seorang anak saya bernadzar akan mengirim saya dan istri ke kota B apabila saya sembuh. Alhamdulillaah saya menjadi sembuh. Namun saya dan istri tidak ingin pergi ke kota B, melainkan ingin pergi ke kota P atau M saja. Kalau saya diberi biaya anak saya untuk pergi ke kota P atau M, apakah nadzar anak saya dahulu, yaitu mengirim ke kota B masih harus membayar denda kifarat atau tidak? (HR. Dj. Rahardjo, Sumbersari, Malang, Lgn. No. 7508)


Jawaban:

Untuk membedakan sesuatu itu termasuk perbuatan biasa atau nadzar, baiklah diketahui pengertian nadzar dahulu. Nadzar menurut pengertian istilah ialah mewajibkan diri untuk melakukan sesuatu perbuatan yang dibolehkan agama, dengan maksud mendekatkan diri kepada Allaah SWT. Seperti kata yang diucapkan oleh seseorang yang menempuh ujian misalnya sebagai berikut, “Sekiranya saya lulus ujian, nanti saya akan puasa tiga hari, atau saya akan pergi ke kota anu dan shalat di masjid yang ada di kota itu.”

Perbuatan nadzar seperti itu yang disebutkan dalam al Quran surat Maryam ayat 26:

فَقُوْلِيْٓ إِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Maka katakanlah: “Sesungguhnya aku bernadzar untuk berpuasa karena Allaah Yang Maha Pemurah, dan aku tidak akan berbicara dengan seseorang pun pada hari ini.”

Demikian pula disebutkan dalam surat Ali Imron ayat 35:

إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّيْ نَذَرْتُ لَكَ مَا فِيْ بَطْنِيْ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Ingatlah ketika istri Imron berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku nadzarkan kepada Engkau, anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis), karena itu terimalah (nadzar) itu dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Nadzar seperti tersebut dilakukan oleh umat sebelum Muhammad SAW yang kemudian perbuatan nadzar itu juga disyariatkan kepada ummat Nabi Muhammad SAW dengan dasar al Quran dan Sunnah.

Dalam al Quran disebutkan dalam surat al Baqarah ayat 270 dan surat al Hajj ayat 29. Sedangkan hadits Nabi Muhammad SAW tentang nadzar ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah ra.:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ وَ مَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ

(رواه البخاري و مسلم عن عائشة)

Bersabda Nabi Muhammad SAW: “Barangsiapa telah bernadzar untuk taat kepada Allaah SWT, maka taatlah kepadaNya. Dan barangsiapa yang bernadzar untuk maksiat kepada Allaah SWT, maka janganlah dilaksanakan maksiat itu.”

Dari ayat dan hadits tersebut di atas, menunaikan nadzar yang baik adalah wajib hukumnya, sedang kalau nadzar yang tidak baik, wajib untuk tidak melaksanakannya. Wajib tidak dilaksanakan nadzar yang tidak baik itu, sesuai dengan riwayat hadits Muslim dari Imron bin Husain.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِيْ مَعْصِيَّةٍ وَ لَا فِيْمَا لَا يَمْلِكُ الْعَيْدَ

(رواه مسلم)

Bersabda Rasulullaah SAW: “Tidak boleh dilaksanakan nadzar untu melakukan perbuatan maksiat dan tidak boleh dilaksanakan  nadzar yang di luar kekuasaan orang.” (HR. Muslim dari Imron bin Husain)

Timbul persoalan bagi orang yang tidak menetapi nadzar apabila ia bernadzar, padahal nadzarnya bersifat maksiat, apakah yang bersangkutan wajib membayar denda/kifarat atau tidak. Dalam hal pelanggaran tersebut, nadzar memang ada ketentuannya, yakni sama dengan pelanggaran terhadap sumpah. Sesuai hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Muslim:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : كَفَّارَةُ النَّذَرِ كَفَّارَةُ يَمِيْنِ

(رواه مسلم)

Bersabda Rasulullaah SAW: “Kafarah nadzar adalah seperti kafarah sumpah.” (HR. Muslim)

Terhadap yang bernadzar maksiat, karena maksiat tidak dikualifikasikan pada nadzar (nadzar adalah dalam melaksanakan ketaatan), maka orang yang melanggarnya artinya orang yang tidak melaksanakan nadzar itu, tidak perlu membayar denda atau kifarat.

Demikian pendapat umumnya para Ulama’. Lain halnya menurut ulama Hanafiyah, orang yang bernadzar melaksanakan maksiat, wajib melanggar nadzar itu dan wajib membayar denda/kifarat.

Kalau kita kembalikan pada hadits yang menyatakan bahwa kifarat nadzar sama dengan kifarat bagi orang yang tidak melaksanakan nadzar itu, baik nadzar yang dibenarkan maupun yang tidak dibenarkan oleh agama. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW tentang kifarat sumpah.

إِذَا خَلَفْتَ عَلَى يَمِيْنٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَأْتِ الَّذِيْ خَيْرًا وَ كَفِّرْ عَنْ يَمِيْنِكَ

(وراه البخاري و مسلم)

Apabila engkau mengucapkan suatu sumpah, kemudian engkau melihat yang lebih baik darinya, maka hendaklah dilakukan yang lebih baik itu, dan bayarlah kifarat dari pelanggaran sumpah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)



Wallaahu a'lam.

Sumber: Buku Tanya-Jawab Agama II, Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Suara Muhammadiyah, 1992.




Belum ada Komentar untuk "Nadzar yang Pelaksanaannya Lain/Berbeda"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel