Muhammadiyah Bermadzhab Majelis Tarjih?

Muhammadiyah Bermadzhab Majelis Tarjih?


Pertanyaan:

Ada yang bertanya bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang bermadzhab kepada Majelis Tarjih. Bagaimana penjelasannya? (Peserta Penataran Al Islam dari Surabaya)


Jawaban:

Perlu dijelaskan dulu arti bermadzhab dan perlu diketahui pula organisasi, berorganisasi serta Majelis Tarjih.

a. Madzhab berasal dari kata kerja dzahaba yang artinya ia telah berjalan atau ia telah pergi, bahkan dala penggunaan dapat berarti pula ia telah berlalu dan ia telah mati. Banyak dipakai dalam kalimat yang artinya, ia telah pergi atau ia telah berjalan.

Dari segi bentuk kata, menurut bahasa Arab, madzhab itu bentuk kata masdar dari kata kerja dzahaba. Penjabarannya ialah dzahaba - yadzhabu - dzababan - dzuhuban - madzhaban. Artinya madzhab ialah tempat yang dilalui yang berarti jalan. Kata madzhab dalam suatu hadits sesuai dengan  kontek dan maksud pembicaraan yang telah ada bukan berarti jalan dimaksud, seperti menurut riwayat keempat ashhabussunan dari Mughiroh sebagai berikut:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا ذَهَبَ الْمَذْهَبَ أَبْعَدَ قَالَ : ذَهَبَ لِحَاجَتِهِ

(رواه الأربعة عن المغيرة)

Dahulu Rasulullaah SAW apabila pergi ke madzhab, menjauh. Mughiroh berkata: “Artinya ai (Rasul) pergi berhajat.” (HR. Empat ahli Hadits dari Mughiroh)

Maksud madzhab di situ ialah tempat buang air. Artinya ini ada juga hubungannya dengan kata tempat pergi, yakni makna majaz dari tempat pergi untuk sesuatu hajad, sebagaimana biasa kita gunakan kata belakang untuk arti tempat buang air, seperti ungkapan : “Mau pergi ke belakang.”

Kita tinggalkan arti madzhab dari segi bahasa dan kita kaji arti madzhab menurut istilah ahli fiqh, ialah sesuatu aliran atau jalan yang ditempuh dalam pengamalan hukum yang dipercayainya. Dapat dicontohkan seperti kata-kata Imam Asy Syafi’iy:

إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِيْ

Apabila (kita dapati) telah sah Hadits, maka ikutilah madzhabku.

Madzhab di situ berarti dasar pendirian yang kemudian diikutinya, sebagaimana juga kata Imam bin Hambal:

إِذَا صَحَّ عِنْدَكُمْ الْحَدِيْثَ فَقُوْلُوْا لِي كَيْ أَذْهَبَ إِلَيْهِ

Apabila telah shahih Hadits ada padamu, maka katakanlah kepadaku, agar orang dapat pergi menuju (mengikuti) kepadanya.


b. Muhammadiyah adalah organisasi gerakan Islam, Gerakan Dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar beraqidah Islam bersumberkan Al Quran dan As Sunnah. Dalam bidang penelitian hukum Islam, pemberian bahan pertimbangan kepada pimpinan persyarikatan guna menentukan kebijaksanaan dan pelaksanaan hukum Islam kepada anggota, serta mendampingi pimpinan dan pelaksanaan hukum Islam kepada anggota, serta mendampingi pimpinan persyarikatan dalam memimpin anggota dalam melaksanakan Ajaran Islam oleh Persyarikatan diserahkan kepada Majelis Tarjih. Majelis Tarjih dalam melaksanakan tugas di atas melangsungkan muktamar di samping mengadakan pertemuan lajnah tarjih ataupun pimpinan Majelis.

Kesemuanya ditempuh dengan pokok-pokok antara lain: Dalam membicarakan masalah hukum agama, Majelis Tarjih menempuh jalan ijtihad jamaiy. Membicarakan masalah dengan sitem musyawarah oleh sekelompok ahli mencari dalil-dalil yang dipandang kuat untuk dijadikan dasar dalam memutuskan hukum suatu masalah. Sesuatu yang menjadi keputusan tidak begitu saja dilaksanakan, tetapi ditanfidzkan dulu, setelah dipertimbangkan masak-masak oleh Persyarikatan. Maksud dari pentanfidzan adalah untuk keseragaman dan menuju pada kesatuan pengamalan, menghindari perselisihan. Sebenarnya sebelum ditanfidzkan, dalam mengambil keputusan, Majelis Tarjih mulai dari merundingkan sampai kepada menetapkan tidak ada sifat perlawanan, yakni menentang segala yang tidak dipilih oleh Tarjih.

Majelis/lajnah Tarjih dalam memutuskan berdasarkan pada dalil yang dianggap paling kuat yang didapati dikala memutuskan. Untuk pelaksanaannya dilakukan tanfidz, yang kemudian menjadi keputusan bersama. Kalau ada anggota Muhammadiyah atau anggota Majelis Tarjih atau anggota Lajnah Tarjih sesudah ditanfidzkan tidak mengamalkannya, tentu berarti tidak sesuai dengan keputusannya sendiri. Dan hal ini tentu juga tidak sesuai dengan firman Allaah SWT dalam surat Shaf ayat 2:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

Wahai orang yang beriman, mengapa engkau mengatakan apa yang tidak engkau perbuat?

Lain halnya kalau ia mendapatkan dalil yang lebih kuat setelah diteliti, maka tidak ada salahnya secara perorangan mengamalkan yang didapatinya itu dengan catatan segera mengajukan usul untuk peninjauan kembali putusan itu yang tentu akan diadakan penelitian selanjutnya untuk dijadikan salah satu pembicaraan dalam Muktamar Tarjih, yang kemungkinan diterima atau juga kemungkinan ditolak karena ternyata dalil yang didapati tidak benar-benar lebih kuat, atau tidak sesuai dengan qaidah-qaidah yang telah ditetapkan oleh Muktamar Tarjih sebelumnya.

Sebagai kesimpulannya, Majelis Tarjih tidak menjadikan HPTnya sebagai madzhab, tetapi menjadikan HPTnya sebagai bahan rujukan untuk ditelaah dalam pengamalan agama sesuai dengan dalilnya. Muhammadiyah, termasuk Majelis Tarjihnya, tidak bermadzhab dan tidak membenarkan warganya untuk bertaqlid. Setiap orang hendaknya dalam pengamalan agamanya mengikuti dalil yang berasal dari al-Quran dan as-Sunnah, dengan kata lain ITTIBA’. Ittiba’ kepada apa yang diperintahkan Allaah SWT dan RasulNya. Jadi tidak dihalangi orang yang mengamalkan al-Quran dan Sunnah yang Shahihah (dalam hal ini yang maqbulah, yang diterima) yang tidak atau belum dimuat dalam HPT.


Wallaahu a'lam.

Sumber: Buku Tanya-Jawab Agama II, Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Suara Muhammadiyah, 1992.


Belum ada Komentar untuk "Muhammadiyah Bermadzhab Majelis Tarjih?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel